1. KONSTRUKSI
SAMBUNGAN PADA BAJA
Penyambungan
logam adalah suatu proses yang dilakukan untuk menyambung 2 (dua) bagian
logam atau lebih. Penyambungan bagian–bagian logam ini dapat dilakukan
dengan berbagai macam metoda sesuai dengan kondisi dan bahan yang
digunakan. Setiap metoda penyambungan yang digunakan mempunyai
keuntungan tersendiri dari metoda lainnya, sebab metoda penyambungan
yang digunakan pada suatu konstruksi sambungan harus
disesuaikan dengan kondisi yang ada, hal ini mengingat efisiensi sambungan.
Pemilihan
metoda penyambungan yang tepat dalam suatu konstruksi sambungan harus
dipertimbangkan efisiensi sambungannya, dengan mempertimbangkan beberapa
faktor diantaranya: faktor proses pengerjaan sambungan, kekuatan
sambungan, kerapatan sambungan, penggunaan konstruksi sambungan dan faktor
ekonomis.
1.1.Fungsi / Tujuan Sambungan Baja
Suatu konstruksi bangunan baja
adalah tersusun atas batang-batang baja yang digabung membentuk satu kesatuan
bentuk konstruksi dengan menggunakan berbagai macam teknik sambungan. Adapun
fungsi / tujuan sambungan baja antara lain :
a) Untuk menggabungkan beberapa batang baja membentuk kesatuan
konstruksi sesuai kebutuhan.
b) Untuk mendapatkan ukuran baja sesuai kebutuhan (panjang,
lebar, tebal, dan sebagainya).
c) Untuk memudahkan dalam penyetelan konstruksi baja di
lapangan.
d) Untuk memudahkan penggantian bila suatu bagian / batang
konstruksi mengalami rusak.
e) Untuk memberikan kemungkinan adanya bagian / batang
konstruksi yang dapat bergerak missal peristiwa muai-susut baja akibat
perubahan suhu.
1.2.Proses Pengerjaan Sambungan Baja
Proses pengerjaan
sambungan yang dimaksud adalah bagaimana pengerjaan konstruksi sambungan
itu dilakukan seperti: sambungan untuk konstruksi tangki dari bahan
pelat lembaran. Untuk menentukan sambungan yang cocok dengan kondisi
tangki ini ada beberapa alternatif persyaratan. Persyaratan yang paling
utama adalah tangki ini tidak boleh bocor. Tangki harus tahan terhadap
tekanan. Proses penyambungannya hanya dapat dilakukan dari sisi luar
dan sebagainya. Jika dipilih sambungan baut dan mur kurang sesuai,
sebab sambungan ini kecenderungan untuk bocor besar terjadi.
Sambungan lipat
akan sulit dilakukan sebab tangki yang dikerjakan cukup besar dan bahannya
juga cukup tebal, sehingga akan sulit untuk dilakukan pelipatan.
Persyaratan yang paling sesuai untuk kondisi tangki ini adalah sambungan
las. Sambungan las mempunyai tingkat kerapatan yang baik
serta mempunyai kekuatan sambungan yang memadai. Di samping itu segi
operasional pengerjaan sambungan konstruksi las lebih sederhana dan
relatif murah, maka yang paling mendekati sesuai untuk konstruksi tangki
ini adalah sambungan las.
1.3.Kekuatan Sambungan Pada Baja
Contoh
pertimbangan penggunaan sambungan ini adalah pembuatan tangki. Dengan
persyaratan seperti pada uraian di atas, maka pemilihan metoda
penyambungan yang cocok untuk tangki jika ditinjau dari sisi kekuatannnya
adalah sambungan las. Sambungan las ini mempunyai tingkat efisiensi
kekuatan sambungan yang relatif lebih baik jika dibandingkan dengan
sambungan yang lainnya.
1.4.Kerapatan Sambungan
Tangki biasanya
digunakan untuk tempat penyimpanan cairan maka pemilihan sambungan yang
tahan terhadap kebocoran ini diantaranya adalah sambungan las. Kriteria
sambungan las ini merupakan pencairan kedua bagian bahan logam yang
akan disambung ditambah dengan bahan tambah untuk mengisi
celah sambungan. Pencairan bahan dasar dan bahan tambah
ini menjadikan sambungan las lebih rapat dan tahan
terhadap kebocoran.
1.5.Penggunaan Kontruksi Sambungan
Penggunaan
dimana konstruksi sambungan las itu akan digunakan juga merupakan
pertimbangan yang tidak dapat diabaikan apalagi jika konstruksi tersebut
bersentuhan dengan bahan makanan. Kemungkinan lain jika konstruksi
sambungan tersebut digunakan untuk penyimpanan bahan kimia yang sangat
mudah bereaksi dengan bahan logam. Untuk konstruksi tangki yang digunakan
sebagai bahan tempat penyaluran minyak, maka sambungan las masih sesuai
dengan penggunaan konstruksi tangki ini.
1.6.Faktor Ekonomis Sambungan Baja
Faktor
ekonomis yang dimaksud dalam pemilihan untuk konstruksi sambungan ini
adalah dipertimbangkan berdasarkan biaya ke-seluruhan dari setiap proses
penyambungan. Biaya ini sejalan dengan ketersediaan bahan-bahan, mesin
yang digunakan juga transportasi dimana konstruksi tersebut akan di instal.
Besar kecilnya konstruksi sambungan dan volume kerja sambungan juga menjadi
bahan pertimbangan secara keseluruhan.
Contoh
pemilihan metoda yang tepat untuk suatu konstruksi sambumgam dapat dilihat
pada perakitan file cabinet. Metoda perakitan file cabinet yang digunakan
adalah metoda penyambungan dengan las titik. Pertimbangan pemilihan ini
mengingat proses penyambungan dengan las titik ini sedehana, mempunyai
kekuatan sambungan yang baik dan hasil penyambungannya tidak menimbulkan
cacat pada plat. Metoda-metoda penyambungan yang umum digunakan
untuk kostruksi sambungan plat-plat tipis ini diantaranya :
a)
Metoda penyambungan dengan lipatan
b)
Metoda penyambumgan dengan keling
c)
Metoda penyambungan dengan solder
d)
Metoda penyambungan dengan las titik
e)
Metoda las busur
f)
Metoda las oksi-asetilen
g)
Metoda penyambungan baut dan mur
Masing-masing metoda penyambungan
ini mempunyai proses pengerjaan yang berbeda-beda.
2.
METODE
PENYAMBUNGAN BAJA DENGAN LIPATAN
Sambungan
pelat dengan lipatan ini sangat baik digunakan untuk konstruksi sambungan
pelat yang berbentuk lurus dan melingkar. Ketebalan pelat yang baik
disambung berkisar di bawah 1 (satu) mm, sebab untuk penyambungan pelat
yang mempunyai ketebalan di atas 1 mm akan menyulitkan untuk proses pelipatannya.
Proses penyambungan pelat dengan metoda pelipatan ini dapat dilakukan
secara manual di atas landasan-landasan pelat dan mesinmesin pelipat.
2.1. Jenis-Jenis Sambungan Lipat
Jenis-jenis sambungan pelat ini
diantaranya:
a)
Sambungan berimpit (lap seam)
b)
Sambungan berimpit dengan solder
(soldered seam)
c)
Sambungan lipat (grooved seam)
d)
Sambungan bilah (cap strip seam)
e)
Sambungan tegak (standing seam)
f)
Sambungan alas luar (lap bottom
seam)
g)
Sambungan alas dalam (insert bottom
seam)
h)
Sambungan alas tunggal (sigle bottom
seam)
i)
Sambungan alas ganda (double bottom
seam)
j)
Sambungan sudut ganda (corner double
seam)
k)
Sambungan siku (elbow seam)
l)
Sambungan siku timbal balik
(reversible elbow seam)
m)
Sambungan sudut tepi (flange
dovetail seam)
2.1.1. Langkah-Langkah Pengerjaan Pada
Sambungan Alas Ganda
ü Pelat ditekuk menjadi siku
ü Pelat ditekuk kembali dengan jarak tekuk sebagai pelat
ü Sambungkan pelat tegak dengan pelat alas
ü Kedua pelat bersamaan ditekuk
2.1.2.
Langkah-Langkah Pengerjaan Pada Sambungan Berimpit
Proses
pengerjaan sambungan berimpit ini dilakukan dengan tahapan berikut:
v Tekuk kedua sisi pelat yang akan disambung sampai membentuk seperti
lipatan.
v Sambungkan kedua pelat menjadi rapat.
v Kuatkan sambungan dengan alat pembentuk sambungan.
2.1.3.
Langkah-Langkah Pengerjaan Pada Sambungan Sudut
Proses
pengerjaan sambungan sudut :
Tekuk kedua sisi pelat yang akan
disambung atau seperti pada proses penyambungan lipat yang sudah diberi
penguatan dengan bar
Setelah sambungan terbentuk tekuk
bagian yang berlebih pada sisi atas pelat
Rapikan dan ratakan pemukulan pada
sambungan pelat yang terbentuk.
2.1.4.
Langkah-Langkah Pengerjaan Pada Sambungan Bodi
Proses
pengerjaan sambungan bodi atau kotak saluran segiempat:
Ø
Tekuk keempat sisi saluran dari
kedua saluran yang akan disambungkan
Ø
Buat bilah sambungan sesuai dengan
panjang dan besarnya lipatan yang direncanakan.
Ø
Rapatkan kedua saluran dan sorong
dari tepi bilah yang sudah terbentuk sampai sambungan saluran tersebut
tertutup.
Ø
Lakukan penyambungan untuk sisi-sisi
pelat yang lainnya.
Ø
Setelah terbentuk sambungan lakukan
pemukulan penguatan sambungan sampai merata.
2.1.5.
Langkah-Langkah Pengerjaan Pada Sambungan Tutup Melengkung
Sambungan lengkung
pada prinsipnya hampir sama dengan sambungan siku. Tetapi yang menjadi
kendala biasanya pada proses penekukan bidang lengkungan. Pemukulan bidang
lengkung ini sebaiknya dilakukan secara bertahap.
2.2.
Proses Pengerjaan
Sambungan Lipat
Lebarnya lipat
sambungan yang digunakan disesuaikan dengan ketebalan pelat dan jenis
pelat yang digunakan. Untuk konstruksi sambungan lipat ini dengan
ketebalan pelat di bawah 1 mm, lebar lipatan yang digunakan berkisar
antara 3 – 5 mm. Untuk mendapatkan hasil sambungan lipatan yang
baik dibutuhkan ketelitian dan ketekunan serta memperhitungkan radius
lipatan. Permukaan pelat pada daerah sambungan juga sangat berpengaruh
terhadap kualitas sambungan. Apabila sambungan lipatan pelat dipukul tidak
merata atau menimbulkan cacat bekas pukulan maka kualitas
sambungan akan buruk.
3.
METODE
PENYAMBUNGAN BAJA DENGAN PAKU KELING
Paku
keling (rivet) adalah salah satu alat penyambung atau profil baja, selain baut
dalam las. Paku keling terdiri dari sebuah baja yang pendek yang mudah ditempa
dan berbentuk mangkuk setengah bulatan, dengan bentuk sebagai berikut :
Keterangan
:
d = Diameter Paku
Keling
S = Jumlah tebal
baja yang disambung (S < 4d)
Tonjolan = 4/3 d sampai dengan 7/3
d (untuk membentuk kepala penutup)
Pada
saat paku keling dalam keadaan plastis, paku keling dipukul dengan palu
sehingga akan terbentuk sebuah kepala lagi pada sisi yang lainnya. Dan biasanya,
paku keling akan mengembang sehingga mengisi seluruh lubang. Penggunaan paku
keling sebagai alat penyambung lebih kaku bila dibandingkan dengan penggunaan
baut.
3.1.Sambungan Keling Biasa (Rivet)
Riveting
adalah suatu dari metoda penyambungan yang sederhana. Penggunaan metoda
penyambungan dengan riveting ini sangat baik digunakan untuk penyambungan
pelat-pelat alumnium, sebab plat plat aluminium ini sangat sulit disolder
atau dilas.
Dari
metoda-metoda lain yang digunakan untuk proses penyambungan aluminiu
metoda riveting inilah yang sangat sesuai digunakan, dan mempunyai proses
pengerjaan yang mudah dilakukan.
Jenis-jenis
rivet dibagi menurut bentuk kepalanya:
Rivet
atau dalam istilah sehari-hari sering disebut paku keling adalah suatu
metal pin yang mempunyai kepala dan tangkai rivet. Bentuk dan ukuran dari
rivet ini telah dinormalisasikan menurut standar dan
kodenya. Pengembangan penggunaan rivet dewasa ini umumnya digunakan
untuk pelat-pelat yang sukar dilas dan dipatri dengan ukuran yang relatif
kecil. Setiap bentuk kepala rivet ini mempunyai kegunaan
tersendiri, masing-masing jenis mempunyai kekhususan dalam penggunaannya.
Dimensi Rivet antara lain yaitu :
Teknik Pemasangan Paku Keling :
1.
Plat yang akan disambung dibuat
lubang, sesuai diameter paku keling yang akan digunakan. Biasanya diameter
lubang dibuat 1.5 mm lebih besar dari diameter paku keling.
2.
Paku keling dimasukkan ke dalam
lubang plat yang akan disambung.
3.
Bagian kepala lepas dimasukkan ke
dalam lubang plat yang akan disambung.
4.
Dengan menggunakan alat atau mesin
penekan (palu), tekan bagian kepala lepas masuk ke bagian ekor paku keling
dengan suaian paksa.
5.
Setelah rapat/kuat, bagian ekor sisa
kemudian dipotong dan dirapikan/ratakan.
6.
Mesin/alat pemasang paku keling
dapat digerakkan dengan udara, hidrolik atau tekanan uap tergantung jenis dan
besar paku keling yang akan dipasang.
3.2.
Sambungan Paku Tembak (Blind Rivet Special)
Rivet
spesial adalah rivet yang pemasangan kepala bawahnya tidak memungkinkan
menggunakan bucking bar. Penggunaan rivet jenis ini dikarnakan terlalu
sulit kondisi tempat pemasangan bucking bar pada sisi shop headnya,
sehingga sewaktu pembentukan kepala shopnya tidak dapat menggunakan
bucking bar. Dari kenyataannya inilah diperlukan rivet spesial
yang pemasangan hanya dilakukan pada salah satu sisi saja. Kekuatan
rivet spesial ini tidak sepenuhnya diperlukan dan rivet tipe ini lebih
ringan beratnya dari rivet-rivet yang lain. Rivet spesial diproduksi oleh
pabrik dengan karakteristik tersendiri. Demikian pula untuk pemasangan dan
pembongkarannya memerlukan perlatan yang khusus atau spesial. Komposisi
rivet spesial ini mengandung 99,45 % aluminium murni, sehingga
kekuatannya tidak menjadi faktor utama. Dimensi rivet spesial ini dapat
dilihat pada tabel berikut menurut standar diamond brand.
Dimensi
Paku Tembak antara lain adalah :
3.2.1.
Teknik dan prosedur riveting
Teknik
dan prosedur pemasangan rivet pada konstruksi sambungan meliputi
langkah-langkah sebagai berikut :
a) Membuat gambar layout pada pelat yang akan di bor dengan menandai
setiap lobang pengeboran menggunakan centerpunch.
b) Mata bor yang digunakan harus tajam sesuai dengan ketentuan sudut mata
bor untuk setiap jenis bahan yang akan dibor .
c) Pengeboran komponen-komponen yang dirakit harus dibor dengan posisi
tegak lurus terhadap komponen yang akan dirivet. Komponen yang dibor
sebaiknya dijepit, untuk menghindari terjadinya pergeseran
komponen selama pengeboran.
d) Pengeboran awal dilakukan sebelum pengeboran menurut diameter rivet
yang sebenarnya. Pre hole (lobang awal) yang dikerjakan ukurannya lebih
kecil daripada diameter rivet
3.2.2.
Teknik pemasangan rivet
a) Pemasangan rivet countersink
Pemasangan
rivet tipe countersink ini dapat dilakukan dengan machine countersink atau
dimpling. Pengerjaan dengan mesin countersink umumnya digunakan untuk
pelatpelat yang tebal. Dan pengerjaan dimpling digunakan
pada pelat-pelat yang relatif tipis. Pemasangan rivet dengan mesin
countersink.
Pembentukan
sisi pelat yang akan disambung pada rivet countersink ini dapat digunakan
alat pilot countersink atau dengan contersink drill bit. Kedua alat ini
dapat dipasang pada mesin bor atau pada bor tangan. Penggunaan
alat countersink ini dilakukan setelah pelat yang akan
disambung dideburring terlebih dahulu.
b) Dimpling
Pelat-pelat
yang tipis penggunaan rivet countersink dapat dilakukan dengan cara
dimpling. Penggunaan dimpling ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
c) Pemasangan rivet spesial
Prosedur
awal pemasangan rivet spesial ini sama halnya dengan pemasangan rivet
lainya. Tetapi pada pemasangan rivet spesial ini menggunakan alat yakni
tang penembak rivet (gun rivet).
Pada gambar di bawah berikut dapat dilihat
pemasangan rivet ini.
Langkah-Langkah :
a) Langkah awal pemasangan rivet ini adalah dengan mengebor terlebih
dahulu kedua pelat yang akan disambung
b) Lobang dan penggunaan mata bor disesuaikan dengan diameter rivet yang
digunakan.
c) Bersihkan serpihan bekas pengeboran pada pelat.
d) Masukan rivet diantara kedua pelat .
e) Tarik rivet dengan memasukan inti rivet pada penarik yang ada di gun
rivet.
f) Penarikan dilakukan dengan menekan tangkai gun secara berulang-ulang
sampai inti rivet putus.
4.METODE PENYAMBUNGAN BAJA DENGAN SOLDER
Solder
adalah suatu proses penyambungan antara dua logam atau lebih dengan
menggunakan panas untuk mencairkan bahan tambah sebagai penyambung, dan
bahan pelat yang disambung tidak turut mencair.
Ditinjau
dari segi penggunaan panas maka proses penyolderan ini dibagi dalam dua
kelompok, yakni solder lunak dan solder keras. Penggunaan solder dari
berbagai jenis bahan, biasanya dititik beratkan pada kerapatan sambungan,
bukan pada kekuatan sambungan terutama pada solder lunak. Dalam melakukan
proses penyolderan ini dibutuhkan fluks yang berfungsi untuk membersihkan
bahan serta sebagai unsur pemadu dan pelindung sewaktu terjadinya proses penyolderan.
4.1.
Solder Lunak
Penggolongan
solder lunak berdasarkan temperatur yang digunakan untuk proses
penyolderan. Temperatur yang digunakan solder lunak ini berkisar di bawah
4500.
Ø
Penggunaan
Penggunaan solder lunak biasanya
untuk konstruksi sambungan yang tidak membutuhkan kekuatan tarik
yang tinggi, tetapi dititik beratkan pada kerapatan sambungan.
Ø
Fluks
Fluks yang digunakan dari
berbagai macam jenis sesuai dengan bahan atau material yang disambung.
Pada tabel berikut ini dapat dilihat berbagai macam jenis fluks
dan penggunaannya.
Ø
Panas pembakaran
Panas yang dibutuhkan untuk
penyolderan dengan temperatur rendah ini dapat diperoleh dari beberapa
sistem pemanasan diantaranya adalah sistem pemanasan menggunakan arus
listrik sebagai sumber panas penyolderan.
Ø
Proses penyolderan
Proses
penyolderan ini dilakukan dengan beberapa langkah pengerjaan sebagai
berikut :
1.
Persiapkan peralatan solder serta
membersihkan bahan yang akan disolder. Batang solder
selanjutnya dipanaskan pada tungku pemanas atau dengan listrik.
2.
Daerah bahan yang akan disolder
dibersihkan dengan mengoleskan fluks.
3.
Setelah kepala solder panas,
letakanlah di atas bahan yang akan disolder, agar panas merata seluruhnya.
4.
Oleskanlah fluks dan bahan tambah
pada daerah yang akan disambung dengan menggunakan kepala solder yang
panas. Sampai merata pada seluruh daerah bahan yang disambung.
5.
Hasil penyolderan yang baik dapat
dilihat pada gambar di sebelah. Terlihat bahan tambah masuk kecelah
– celah sambungan.
4.2.
Solder Keras
(Brazing)
Solder
keras dibagi dalam dua kelompok yakni : Brazing dan silver. Pembagian
kelompok ini berdasarkan komposisi penyolderan, titik cair dan fluks yang
digunakan. Brazing mempunyai komposisi kandungan tembaga dan seng. Fluks yang
digunakan dalam proses penyolderan adalah boraks dengan menggunakan
pemanas antara bbo 880* - 890* C. Silver mempunyai komposisi kandungan
perak. Tembaga dan seng. Fluks yang dipakai dalam proses penyolderan silvering
ini ada dua yakni tenacity dan easy flo. Temperatur yang digunakan
untuk penyolderan berkisar 7500 C.
Ø
Penggunaan
Proses
penyambungan dengan solder keras ini mempunyai konstruksi sambungan yang
kuat dan rapat serta tahan terhadap panas. Penggunaan konstruksi sambungan
ini umumnya untuk menyambung pipa-pipa bahan bakar dan konstruksi sambungan
lainnya. Kelebihan solder keras ini sangat baik digunakan untuk
penyambungan dua buah bahan yang berlainan jenis.
Ø
Panas pembakaran
Panas
pembakaran untuk proses penyolderan ini sekitar di bawah 900* C. dan alat
pemanas yang digunakan adalah brander pemanas dengan menggunakan gas
pembakar.
Ø
Komposisi solder keras
Komposisi
solder keras dapat dilihat pada tabel berikut :
Ø
Proses penyolderan solder keras
1. Bahan yang akan disambung harus bersih.
2. Sisi pelat yang akan disambung harus diberi jarak antara pelat satu
dengan pelat sambungan sekitar 0,10 mm.
3. Fluks yang digunakan harus dalam kondisi baik.
4. Bahan yang akan disambung terlebih dahulu dipanaskan sampai merata
sesuai dengan temperatur penyolderan. Pemansan bahan tidak dilakukan
sampai mencair.
5. Selanjutnya bahan tambah ujungnya dipanaskan, lalu dicelupkan pada
fluks, sehinga fluks melekat pada bahan tambah.
6. Setelah fluks melekat pada bahan tambah maka bahan tambah dicairkan
pada daerah yang akan disambung dengan pembakaran solder.
7. Pencairan bahan tambah dilakukan secara merata, sampai cairan bahan tambah
masuk kecelah–celah sambungan.
Ø
Berdasarkan cara pengadaan energi panasnya, penyolderan/pematrian diabagi
dalam tujuh kelompok yaitu:
1. Patri busur, di mana panas dihasilkan dari busur listrik dengan elektroda
karbon atau dengan elektroda wolfram
2. Patri gas, dimana panas ditimbulkan karena adanya nyala api gas
3. Patri solder, di mana gas dipindahkan dari solder besi atau tembaga
yang dipanaskan
4. Patri tanur, di mana tanur digunakan sebagai sumber panas
5. Patri induksi, di mana panas dihasilkan karana induksi
listrik frekuensi tinggi
6. Patri resistensi, di mana panas dihasilkan karena resitensi listrik
7. Patri celup, di mana logam yang disambung dicelupkan ke dalam logam
patri cair.
5.METODE PENYAMBUNGAN BAJA DENGAN LAS
Proses pengelasan merupakan
proses penyambungan dua potong logam dengan pemanasan sampai keadaan plastis
atau cair, dengan atau tanpa tekanan. “Pengelasan” dalam bentuk paling
sederhana telah dikenal dan digunakan sejak beberapa ribu tahun yang lalu. Para
ahli sejarah memperkirakan bahwa orang Mesir kuno mulai menggunakan pengelasan
dengan tekanan pada tahun 5500 sebelum masehi (SM), untuk membuat pipa tembaga
dengan memalu lembaran yang tepinya saling menutup. Disebutkan bahwa benda seni
orang Mesir yang dibuat pada tahun 3000 SM terdiri dari bahan dasar tembaga dan
emas hasil peleburan dan pemukulan. Jenis pengelasan ini, yang disebut
pengelasan tempa (forge welding), merupakan usaha manusia yang pertama
dalam menyambung dua potong logam. Dewasa ini pengelasan tempa secara praktis
telah ditinggalkan dan terakhir dilakukan oleh pandai besi. Pengelasan yang
kita lihat sekarang ini jauh lebih kompleks dan sudah sangat berkembang.
5.1.Proses dasar
Menurut Welding Handbook, proses
pengelasan adalah “proses penyambungan bahan yang menghasilkan peleburan bahan
dengan memanasinya hingga suhu yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan
dan dengan atau tanpa pemakaian bahan pengisi.” ; Energi pembangkit panas dapat
dibedakan menurut sumbernya: listrik, kimiawi, optis, mekanis, dan bahan
semikonduktor.
Proses pengelasan yang paling
umum, terutama untuk mengelas baja struktural yang memakai energi listrik
sebagai sumber panas; dan paling banyak digunakan adalah busur listrik (nyala).
Busur nyala adalah pancaran arus listrik yang relatif
besar antara elektroda dan bahan dasar yang dialirkan melalui kolom gas ion
hasil pemanasan. Kolom gas ini disebut plasma. Pada pengelasan busur nyala,
peleburan terjadi akibat aliran bahan yang melintasi busur dengan tanpa diberi tekanan.
Proses lain (yang jarang dipakai untuk struktur baja) menggunakan sumber energi
yang lain, dan beberapa proses ini menggunakan tekanan tanpa memandang ada atau
tidak adanya pencairan bahan. Pelekatan (bonding) dapat juga terjadi akibat difusi. Dalam
proses difusi, partikel seperti atom di sekitar pertemuan saling bercampur dan
bahan dasar tidak mencair.
5.1.1. Pengelasan Busur Nyala Logam Terlindung (SMAW)
Pengelasan busur nyala logam
terlindung (Shielded metal arc welding) merupakan salah satu jenis
yang paling sederhana dan paling canggih untuk pengelasan baja struktural.
Proses SMAW sering disebut proses elektroda tongkat manual. Pemanasan dilakukan
dengan busur listrik (nyala) antara elektroda yang dilapis dan bahan yang akan
disambung. Rangkaian pengelasan diperlihatkan pada Gambar 6.13. Elektroda yang
dilapis akan habis karena logam pada elektroda dipindahkan ke bahan dasar
selama proses pengelasan. Kawat elektroda (kawat las) menjadi bahan pengisi dan
lapisannya sebagian dikonversi menjadi gas pelindung, sebagian menjadi terak (slag),
dan sebagian lagi diserap oleh logam las. Bahan pelapis elektroda adalah
campuran seperti lempung yang terdiri dari pengikat silikat dan bahan bubuk,
seperti senyawa flour, karbonat, oksida, paduan logam, dan selulosa. Campuran
ini ditekan dari acuan dan dipanasi hingga diperoleh lapisan konsentris kering
yang keras.
Pemindahan logam dari elektroda
ke bahan yang dilas terjadi karena penarikan molekul dan tarikan permukaan
tanpa pemberian tekanan. Perlindungan busur nyala mencegah kontaminasi atmosfir
pada cairan logam dalam arus busur dan kolam busur, sehingga tidak terjadi
penarikan nitrogen dan oksigen serta pembentukan nitrit dan oksida yang dapat
mengakibatkan kegetasan.
Lapisan elektroda berfungsi
sebagai berikut:
1)
Menghasilkan
gas pelindung untuk mencegah masuknya udara dan membuat busur stabil.
2)
Memberikan
bahan lain, seperti unsur pengurai oksida, untuk memperhalus struktur butiran
pada logam las.
3)
Menghasilkan
lapisan terak di atas kolam yang mencair dan memadatkan las untuk melindunginya
dari oksigen dan nitrogen dalam udara, serta juga memperlambat pendinginan.
5.1.2. Pengelasan Busur Nyala Terbenam (SAW)
Pada proses SAW (Submerged
Arc Welding), busurnya tidak terlihat karena tertutup oleh lapisan
bahan granular (berbentuk butiran) yang dapat melebur (lihat Gambar 6.14).
Elektroda logam telanjang akan habis karena ditimbun sebagai bahan pengisi.
Ujung elektroda terus terlindung oleh cairan fluks yang berada di bawah lapisan
fluks granular yang tak terlebur. Fluks, yang merupakan ciri khas dari metode
ini, memberikan penutup sehingga pengelasan tidak menimbulkan kotoran, percikan
api, atau asap. Fluks granular biasanya terletak secara otomatis sepanjang
kampuh (seam) di muka lintasan gerak elektroda. Fluks
melindungi kolam las dari atmosfir, berlaku sebagai pembersih logam las, dan
mengubah komposisi kimia dari logam las.
Las yang dibuat dengan proses
busur nyala terbenam memiliki mutu yang tinggi dan merata, daktilitas yang
baik, kekuatan kejut (impact) yang tinggi, kerapatan yang tinggi dan tahan
karat yang baik. Sifat mekanis las ini sama baiknya seperti bahan dasar.
5.1.3. Pengelasan Busur Nyala Logam Gas (GMAW)
Pada proses GMAW (Gas
Metal Arc Welding), elektrodanya adalah kawat menerus dari 1
gulungan yang disalurkan metalui pemegang elektroda (alat yang berbentuk pistol
seperti pada Gambar 6.15). Perlindungan dihasilkan seluruhnya dari gas atau
campuran gas yang diberikan dari luar. Mula-mula metode ini dipakai hanya
dengan perlindungan gas mulia (tidak reaktif) sehingga disebut MIG (Metal Inert
Gas/gas logam mulia). Gas yang reaktif biasanya tidak praktis, kecuali C02
(karbon dioksida). Gas C02, baik C02 saja atau dalam campuran dengan gas mulia,
banyak digunakan dalam pengelasan baja.
Argon sebenarnya dapat digunakan
sebagai gas pelindung untuk pengelasan semua logam, namun, gas ini tidak
dianjurkan untuk baja karena mahal serta kenyataan bahwa gas pelindung dan
campuran gas lain dapat digunakan. Untuk pengelasan baja karbon dan beberapa
baja paduan rendah baik (1) 75% argon dan 25% CO, ataupun (2) 100% ‘C02 lebib
dianjurkan [101 . Untuk baja paduan rendah yang keliatannya (toughness)
penting, Pustaka [ 10] menyarankan pemakaian campuran dari 60-70% helium,
25-30% argon, dan 4-5% C02
Selain melindungi logam yang
meleleh dari atmosfir, gas pelindung mempunyai fungsi sebagai berikut.
1)
Mengontrol
karakteristik busur nyala dan pernindahan logam.
2)
Mempengaruhi
penetrasi, lebar peleburan, dan bentuk daerah las.
3)
Mempengaruhi
kecepatan pengelasan.
4)
Mengontrol
peleburan berlebihan (undercutting).
Pencampuran gas mulia dan gas
reaktif membuat busur nyala lebih stabil dan kotoran selama pernindahan logam
lebih sedikit. Pemakaian C02 saja untuk pengelasan baja merupakan prosedur
termurah karena rendahnya biaya untuk gas pelindung, tingginya kecepatan pengelasan,
lebih baiknya penetrasi sambungan, dan baiknya sifat mekanis timbunan las.
Satu-satunya kerugian ialah pernakaian C02 menimbulkan kekasaran dan kotoran
yang banyak.
5.1.4. Pengelasan Busur Nyala Berinti Fluks (FCAW)
Proses FCAW (Flux
Cored Arc Welding) sama seperti GMAW tetapi elektroda logam pengisi
yang menerus berbentuk tubular (seperti pipa) dan mengandung bahan fluks dalam
intinya. Bahan inti ini sama fungsinya seperti lapisan pada SMAW atau fluks
granular pada SAW. Untuk kawat yang diberikan secara menerus, lapisan luar
tidak akan tetap lekat pada kawat. Gas pelindung dihasilkan oleh inti fluks
tetapi biasanya diberi gas pelindung tambahan dengan gas C02.
5.1.5. Pengelasan-Terak Listrik (ESW)
Proses ESW (Electroslag
Welding) merupakan proses mesin yang digunakan terutama untuk
pengelasan dalam posisi vertikal. Ini biasanya dipakai untuk memperoleh las
lintasan tunggal (satu kali jalan) seperti untuk sambungan pada penampang
kolom yang besar. Logam las ditimbun ke dalam alur yang dibentuk oleh tepi plat
yang terpisah dan ”sepatu” (alas) yang didinginkan dengan air. Terak cair yang
konduktif melindungi las serta mencairkan bahan pengisi dan tepi plat. Karena
terak padat tidak konduktif, busur nyala diperlukan untuk mengawali proses
dengan mencairkan terak dan memanaskan plat. Busur nyala dapat dihentikan
setelah proses berjalan dengan baik. Selanjutnya, pengelasan dilakukan oleh
panas yang ditimbulkan melalui tahanan terak terhadap aliran arus listrik.
Karena pemanasan akibat tahanan digunakan untuk seluruh proses kecuali sumber
panas mula-mula, proses SAW sebenarnya bukan merupakan proses pengelasan busur
nyala.
5.1.6. Pengelasan Stud
Proses yang paling umum
digunakan dalam pengelasan stud (baut
tanpa ulir) ke bahan dasar disebut pengelasan stud busur nyala (arc
stud welding). Proses ini bersifat otomatis tetapi karakteristiknya
sama seperti proses SMAW. Stud berlaku
sebagai elektroda, dan busur listrik timbul dari ujung stud ke plat. Stud dipegang
oleh penembak yang mengontrol waktu selama proses. Perlindungan dilakukan
dengan meletakkan cincin keramik di sekeliling ujung studpada penembak. Penembak diletakkan dalam posisinva
dan busur ditimbulkan pada saat cincin keramik berisi logam cair. Setelah
beberapa saat, penembak mendorong stud ke
kolam yang mencair dan akhirnya terbentuk las sudut (fillet
weld) keeil di sekeliling stud. Penetrasi sempurna di seluruh
penampang lintang stud diperoleh
dan pengelasan biasanya selesai dalam waktu kurang dari satu detik.
5.2.Kemampuan dilas dari baja struktural
Kebanyakan baja konstruksi dalam
spesifikasi ASTM dapat dilas tanpa prosedur khusus atau perlakuan khusus.
Kemampuan dapat dilas (weldability) dari baja adalah ukuran kemudahan
menghasilkan sambungan struktural yang teguh tanpa retak. Beberapa baja
struktural lebih sesuai dilas dari pada yang lain. Prosedur pengelasan
sebaiknya didasarkan pada kimiawi baja bukan pada kandungan paduan
maksimum yang ditetapkan, karena kebanyakan hasil pabrik berada di bawah batas
paduan maksimum yang ditentukan oleh spesifikasinya.
5.3.
Jenis sambungan las
Jenis sambungan tergantung pada
faktor-faktor seperti ukuran dan profil batang yang bertemu di sambungan, jenis
pembebanan, besarnya luas sambungan yang tersedia untuk pengelasan, dan biaya
relatif dari berbagai jenis las. Sambungan las terdiri dari lima jenis dasar
dengan berbagai macam variasi dan kombinasi yang banyak jumlahnya. Kelima jenis
dasar ini adalah sambungan sebidang (butt), lewatan (lap), tegak (T), sudut, dan sisi, seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 6.16.
5.3.1.
Sambungan
Sebidang
Sambungan sebidang dipakai
terutama untuk menyambung ujungujung plat datar dengan ketebalan yang sama atau
hampir sarna. Keuntungan utama jenis sambungan ini ialah menghilangkan
eksentrisitas yang timbul pada sambungan lewatan tunggal seperti dalam Gambar
6.16(b). Bila digunakan bersama dengan las tumpul penetrasi sempurna (full
penetration groove weld), sambungan sebidang menghasilkan ukuran
sambungan minimum dan biasanya lebih estetis dari pada sambungan bersusun.
Kerugian utamanya ialah ujung yang akan disambung biasanya harus disiapkan
secara khusus (diratakan atau dimiringkan) dan dipertemukan secara hati-hati
sebelum dilas. Hanya sedikit penyesuaian dapat dilakukan, dan potongan yang
akan disambung harus diperinci dan dibuat secara teliti. Akibatnya, kebanyakan
sambungan sebidang dibuat di bengkel yang dapat mengontrol proses pengelasan
dengan akurat.
5.3.2.
Sambungan
Lewatan
Sambungan lewatan pada Gambar
6.17 merupakan jenis yang paling umum. Sambungan ini mempunyai dua keuntungan
utama:
1.
Mudah
disesuaikan.
Potongan yang akan disambung tidak memerlukan
ketepatan dalam pembuatannya bila dibanding dengan jenis sambungan lain.
Potongan tersebut dapat digeser untuk mengakomodasi kesalahan kecil dalam
pembuatan atau untuk penyesuaian panjang.
2.
Mudah
disambung.
Tepi potongan yang akan disambung tidak memerlukan
persiapan khusus dan biasanya dipotong dengan nyala (api) atau geseran.
Sambungan lewatan menggunakan las sudut sehingga sesuai baik untuk pengelasan
di bengkel maupun di lapangan. Potongan yang akan disambung dalam banyak hal
hanya dijepit (diklem) tanpa menggunakan alat pemegang khusus.
3.
Keuntungan
lain sambungan lewatan adalah mudah digunakan untuk menyambung plat yang
tebalnya berlainan.
5.3.3.
Sambungan
Tegak
Jenis sambungan ini dipakai
untuk membuat penampang bentukan (built-up) seperti profil T, profil 1, gelagar plat (plat
girder), pengaku tumpuan atau penguat samping (bearing
stiffener), penggantung, konsol (bracket). Umumnya potongan yang disambung membentuk
sudut tegak lurus seperti pada Gambar 6.16(c). Jenis sambungan ini terutama
bermanfaat dalam pembuatan penampang yang dibentuk dari plat datar yang
disambung dengan las sudut maupun las tumpul.
5.3.4.
Sambungan
Sudut
Sambungan sudut dipakai terutama
untuk membuat penampang berbentuk boks segi empat seperti yang digunakan untuk
kolom dan balok yang memikul momen puntir yang besar.
5.3.5.
Sambungan
Sisi
Sambungan sisi umumnya tidak
struktural tetapi paling sering dipakai untuk menjaga agar dua atau lebih plat
tetap pada bidang tertentu atau untuk mempertahankan kesejajaran (alignment)
awal. Seperti yang dapat disimpulkan dari pembahasan di muka, variasi dan
kombinasi kelima jenis sambungan las dasar sebenarriya sangat banyak. Karena
biasanya terdapat lebih dari satu cara untuk menyambung sebuah batang
struktural dengan lainnya, perencana harus dapat memilih sambungan (atau
kombinasi sambungan) terbaik dalam setiap persoalan.
5.4.Jenis las
Jenis las yang umum adalah las
tumpul, sudut, baji (slot), dan pasak (plug) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.18.
Setiap jenis las memiliki keuntungan tersendiri yang menentukan jangkauan
penia-kaiannya. Secara kasar, persentase pemakaian keempat jenis tersebut untuk
konstruksi las adalah sebagai berikut: las tumpul, 15%; las sudut, 80%; dan
sisanya 5% terdiri dari las baji, las pasak dan las khusus lainnya.
5.4.1.
Las
Tumpul
Las tumpul (groove
weld) terutama dipakai untuk menyambung batang struktural yang
bertemu dalam satu bidang. Karena las tumpul biasanya ditujukan untuk
menyalurkan semua beban batang yang disambungnya, las ini harus memiliki
kekuatan yang sama seperti potongan yang disambungnya. Las tumpul seperti ini
disebut las tumpul penetrasi sempurna. Bila sambungan direncanakan sedemikian
rupa hingga las tumpul tidak diberikan sepanjang ketebalan potongan yang
disambung, maka las ini disebut las tumpul penetrasi parsial.
Banyak variasi las tumpul dapat
dibuat dan masing-masing dibedakan menurut bentuknya. Las tumpul umumnya
memerlukan penyiapan tepi tertentu dan disebut menurut jenis penyiapan yang
dilakukan. Gambar 6.19 memperlihatkan jenis las tumpul yang umum dan menunjukan
penyiapan alur yang diperlukan. Pemilihan las tumpul yang sesuai tergantung
pada proses pengelasan yang digunakan, biaya penyiapan tepi, dan biaya
pembuatan las. Las tumpul juga dapat dipakai pada sambungan tegak.
5.4.2.
Las
Sudut
Las sudut bersifat ekonomis
secara keseluruhan, mudah dibuat, dan mampu beradaptasi, serta merupakan jenis
las yang paling banyak dipakai dibandingkan jenis las dasar yang lain. Beberapa
pemakaian las sudut diperlihatkan pada Gambar 6.20. Las ini umumnya memerlukan
lebih sedikit presisi dalam pemasangan karena potongannya saling bertumpang (overlap),
sedang las tumpul memerlukan kesejajaran yang tepat dan alur tertentu antara
potongan. Las sudut terutama menguntungkan untuk pengelasan di lapangan, dan
untuk menyesuaikan kembali batang atau sambungan yang difabrikasi dengan
toleransi tertentu tetapi tidak cocok dengan yang dikehendaki. Selain itu, tepi
potongan yang disambung jarang memerlukan penyiapan khusus, seperti pemiringan
(beveling).
atau penegakan, karena kondisi tepi dari proses pemotongan nyala (flame
cutting) atau pemotongan geser umumnya memadai.
5.4.3.
Las
Baji dan Pasak
Las baji dan pasak dapat dipakai
secara tersendiri pada sambungan seperti yang diperlihatkan dalam Gambar
6.21(c) dan (d), atau dipakai bersama-sama dengan las sudut seperti yang
ditunjukkan dalam Gambar 9.34. Manfaat utama las baji dan pasak ialah
menyalurkan gaya geser pada sambungan lewatan bila ukuran sambungan membatasi
panjang yang tersedia untuk as sudut atau las sisi lainnya. Las baji dan
pasak juga berguna untuk mencegah terjadinya tekuk pada bagian yang saling
bertumpang.
5.5.Faktor yang mempengaruhi mutu sambungan las
Untuk memperoleh sambungan las
yang memuaskan, gabungan dari banyak keahlian individu diperlukan, mulai dari
perencanaan las sampai operasi pengelasan. Faktor-faktof yang mempengaruhi
kualitas sambungan las.
5.5.1.
Elektroda
yang sesuai, alat las, dan prosedur
Ukuran elektroda dipilih
berdasarkan ukuran las yang akan dibuat dan arus listrik yang dihasilkan oleh
alat las. Karena umumnya mesin las mempunyai pengatur untuk memperkecil arus
listrik, elektroda yang lebih kecil dari kemampuan maksimum mudah diakomodasi
dan sebaiknya digunakan. Oleh karena penimbunan logam las pada pengelasan
busur nyala terjadi akibat medan elektromagnetis dan bukan akibat gravitasi,
pengelasan tidak harus dilakukan pada posisi tidur atau horisontal. Empat
posisi pengelasan utama diperlihatkan pada Gambar
Sebaiknya
dihindari (bila mungkin) posisi menghadap ke atas karena merupakan posisi yang
paling sulit. Sambungan yang dilas di bengkel biasanya diletakkan pada posisi
tidur atau horisontal, tetapi las lapangan dapat sembarang posisi pengelasan
yang tergantung pada orientasi sambungan. Posisi pengelasan untuk las lapangan
sebaiknya diperhatikan dengan teliti oleh perencana.
5.5.2.
Persiapan
tepi yang sesuai
Persiapan tepi yang umum, untuk
las tumpul diperlihatkan pada Gambar 6.21. Lebar celah (root
opening) R adalah jarak pisah antara potongan yang akan disambung
dan dibuat agar elektroda dapat menembus dasar sarnbungan. Semakin kecil lebar
celah, semakin besarlah sudut lereng yang harus dibuat. Tepi runcing pada
Gambar 6.21(a) akan mengalami pembakaran menerus (burn-through) jika
tidak diberikan plat pelindung (backup plate) seperti pada Gambar 6.21(b).
Plat pelindung umumnya digunakan
bila pengelasan, dilakukan hanya dari satu sisi. Masalah pembakaran menerus
dapat dibatasi jika lerengnya diberi bagian tegak seperti pada Gambar 6.21(c).
Pembuat las sebaiknya tidak memberikan plat pelindung bila sudah ada bagian
tegak, karena kemungkinan besar kantung gas akan terbentuk sehingga merintangi
las penetrasi sempurna. Kadang-kadang pemisah seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 6.21(d) diberikan untuk mencegah pembakaran menerus, tetapi pemisah ini
dicabut kembali sebelum sisi kedua dilas.
5.5.3.
Pengontrolan
Faktor lain yang mempengaruhi
kualitas las adalah penyusutan. Jika las titik diberikan secara menerus pada
suatu plat, maka plat akan mengalami distorsi (perubahan geometri). Distorsi
ini akan terjadi jika tidak berhati-hati baik dalam perencanaan sambungan
maupun prosedur pengelasan. Berikut ini adalah ringkasan cara untuk memperkecil
distorsi
1. Perkecil
gaya susut dengan:
Ø Menggunakan logam las minimum; untuk las tumpul,
lebar celah jangan lebih besar dari yang diperlukan, jangan mengelas berlebihan
Ø Sedapat mungkin mempersedikit jumlah lintasan
Ø Melakukan persiapan tepi dan penyesuaian yang tepat
Ø Menggunakan las terputus-putus, minimal untuk
sambungan prakonstruksi
Ø Menggunakan langkah mundur (backstepping),
yaitu menimbun las pada las sebelumnya yang telah selesai, atau menimbun dalam
arah berlawanan dengan arah pengelasan sambungan.
Ø Biarkan penyusutan terjadi dengan:
Ø Mengungkit plat sehingga setelah penyusutan terjadi
plat akan berada pada posisi yang tepat.
Ø Menggunakan potongan yang diberi lenturan awal.
2. Seimbangkan
gaya susut dengan:
Ø Melakukan pengelasan simetris; las sudut pada setiap
sisi potongan menghasilkan pengaruh yang saling menghilangkan
Ø Menggunakan segmen las tersebar
Ø Pemukulan, yaitu meregangkan logam dengan sejumlah
pukulan
Ø Menggunakan klem, alat pemegang dan lain-lain; alat
ini membuat logam las meregang ketika mendingin.
5.6.Cacat yang mungkin terjadi pada las
Teknik dan prosedur pengelasan
yang tidak baik menimbulkan cacat pada las yang menyebabkan diskontinuitas
dalam las. Cacat yang umumnya dijumpai ialah (Gambar 6.24.):
1. Peleburan
Tak Sempurna
Peleburan tak sempurna terjadi karena logam dasar
dan logam las yang berdekatan tidak melebur bersama secara menyeluruh. Ini
dapat terjadi jika permukaan yang akan disambung tidak dibersihkan dengan baik
dan dilapisi kotoran, terak, oksida, atau bahan lainnya. Penyebab lain dari
cacat ini ialah pemakaian peralatan las yang arus listriknya tidak memadai,
sehingga logam dasar tidak mencapai titik lebur. Laju pengelasan yang terlalu
cepat juga dapat menimbulkan pengaruh yang sama.
2. Penetrasi
Kampuh yang Tak Memadai
Penetrasi kampuh yang tak memadai ialah keadaan di
mana kedalaman las kurang dari tinggi alur yang ditetapkan. Keadaan ini
diperlihatkan pada sambungan dalam Gambar 9.37 yang seharusnya merupakan
penetrasi sempurna. Penetrasi kampuh parsial hanya dapat diterima bila memang
ditetapkan demikian.
Cacat ini, yang terutama berkaitan dengan las
tumpul, terjadi akibat perencanaan alur yang tak sesuai dengan proses
pengelasan yang dipilih, elektroda yang terlalu besar, arus listrik yang tak
memadai, atau laju pengelasan yang terlalu cepat.
3. Porositas
Porositas terjadi bila rongga-rongga atau
kantung-kantung gas yang kecil terperangkap selama proses pendinginan. Cacat
ini ditimbulkan oleh arus listrik yang terlalu tinggi atau busur nyala yang
terlalu panjang. Porositas dapat terjadi secara merata tersebar dalam las, atau
dapat merupakan rongga yang besar terpusat di dasar las sudut atau dasar dekat
plat pelindung pada las tumpul. Yang terakhir diakibatkan oleh prosedur pengelasan
yang buruk dan pemakaian plat pelindung yang ceroboh.
4. Peleburan
Berlebihan
Peleburan berlebihan (uncercutting) ialah
terjadinya alur pada bahan dasar di dekat ujung kaki las yang tidak terisi oleh
logam las. Arus listrik dan panjang busur nyala yang berlebihan dapat membakar
atau menimbulkan alur pada logam dasar. Cacat ini mudah terlihat dan dapat
diperbaiki dengan memberi las tambahan.
5. Kemasukan
Terak
Terak terbentuk selama proses pengelasan akibat
reaksi kimia lapisan elektroda yang mencair, serta terdiri dari oksida logam
dan senyawa lain. Karena kerapatan terak kecil dari logam las yang mencair,
terak biasanya berada pada permukaan dan dapat dihilangkan dengan mudah setelah
dingin. Namun, pendinginan sambungan yang terlalu cepat dapat menjerat terak
sebelum naik ke permukaan. Las menghadap ke atas seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 6.22(d) sering mengalami kemasukan terak dan harus diperiksa dengan
teliti. Bila beberapa lintasan las dibutuhkan untuk memperoleh ukuran las
yang dikehendaki, pembuat las harus membersihkan terak yang ada sebelum memulai
pengelasan yang baru. Kelalaian terhadap hal ini merupakan penyebab utama
masuknya terak.
6. Retak
Retak adalah pecah-pecah pada logam las, baik
searah ataupun transversal terhadap garis las, yang ditimbulkan oleh tegangan
internal. Retak pada logam las dapat mencapai logam dasar, atau retak terjadi
seluruhnya pada logam dasar di sekitar las. Retak mungkin merupakan cacat
las yang paling berbahaya, namun, retak halus yang disebut retak mikro (mikrofissures)
umumnya tidak mempunyai pengaruh yang berbahaya. Retak kadang-kadang terbentuk
ketika las mulai memadat dan umumnya diakibatkan oleh unsur-unsur yang getas
(baik besi ataupun elemen paduan) yang terbentuk sepanjang serat perbatasan.
Pemanasan yang lebih merata dan pendinginan yang lebih lambat akan mencegah
pembentukan retak “panas”. Pemakaian elektroda rendah-hidrogen bersama dengan
pemanasan awal dan akhir yang sesuai akan memperkecil retak “dingin” ini.
6.METODE PENYAMBUNGAN BAJA DENGAN BAUT DAN MUR
Baut
adalah salah satu alat penyambung profil baja, selain paku keling dan las. Baut
yang lazim digunakan sebagai alat penyambung profil baja adalah baut hitam dan
baut berkekuatan tinggi. Baut hitam terdiri dari 2 jenis, yaitu : Baut yang
diulir penuh dan baut yang tidak diulir penuh, sedangkan baut berkekuatan
tinggi umumnya terdiri dari 3 type yaitu :
Ø Tipe 1 : Baut baja karbon sedang,
Ø Tipe 2 : Baut baja karbon rendah,
Ø Tipe 3 : Baut baja tahan karat.
Walaupun
baut ini kurang kaku bila dibandingkan dengan paku keling dan las, tetapi masih
banyak digunakan karena pemasangan baut relatif lebih praktis.
6.1.
Jenis Baut
Pada
umumnya baut yang digunakan untuk menyambung profil baja ada 2 jenis, yaitu :
Ø Baut yang diulir penuh
Baut yang diulir penuh berarti mulai dari
pangkal baut sampai ujung baut diulir. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar
1 berikut.
Diameter
baut yang diulir penuh disebut Diameter Kern (inti) yang ditulis dengan notasi k
d atau 1 d pada Tabel Baja tentang Baut, misalnya :
Kalau baut yang diulir penuh digunakan sebagai
alat penyambung, maka ulir baut akan berada pada bidang geser. Untuk lebih
jelasnya, perhatikan gambar berikut.
Ø Baut yang tidak diulir penuh
Baut yang tidak diulir penuh ialah baut yang
hanya bagian ujungnya diulir. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar berikut
ini:
Diameter nominal baut yang tidak diulir penuh
ialah diameter terluar dari batang baut. Diameter nominal ialah diameter yang tercantum
pada nama perdagangan, misalnya baut M16 berarti diameter nominal baut tersebut
= 16 mm.
6.2.
Baut Hitam
Baut ini dibuat dari baja karbon
rendah yang diidentifikasi sebagai ASTM A307, dan merupakan jenis baut yang
paling murah. Namun, baut ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling
murah karena banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan.
Pemakaiannya terutama pada struktur yang ringan, batang sekunder atau pengaku,
anjungan (platform), gording, rusuk dinding, rangka batang yang
kecil dan lain-lain yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga
dipakai sebagai alat penyambung sementara pada sambungan yang menggunakan baut
kekuatan tinggi, paku keling, atau las. Baut hitam (yang tidak dihaluskan)
kadangkadang disebut baut biasa, mesin, atau kasar, serta kepala dan murnya
dapat berbentuk bujur sangkar.
6.3.
Baut Sekrup (Turned Bolt)
Baut yang secara praktis sudah
ditinggalkan ini dibuat dengan mesin dari bahan berbentuk segienam dengan
toleransi yang lebih kecil (sekitar 5’0 inci.) bila dibandingkan baut hitam.
Jenis baut ini terutama digunakan bila sambungan memerlukan baut yang pas
dengan lubang yang dibor, seperti pada bagian konstruksi paku keling yang
terletak sedemikian rupa hingga penembakan paku keling yang baik sulit dilakukan.
Kadang-kadang baut ini bermanfaat dalam mensejajarkan peralatan mesin dan
batang struktural yang posisinya harus akurat. Saat itu baut sekrup jarang
sekali digunakan pada sambungan struktural, karena baut kekuatan tinggi lebih
baik dan lebih murah.
6.4.
Baut Bersirip (Ribbed Bolt)
Baut ini terbuat dari baja paku
keling biasa, dan berkepala bundar dengan tonjolan sirip-sirip yang sejajar
tangkainya. Baut bersirip telah lama dipakai sebagai alternatif dari paku
keling. Diameter yang sesungguhnya pada baut bersirip dengan ukuran tertentu
sedikit lebih besar dari lubang tempat baut tersebut. Dalam pemasangan baut
bersirip, baut memotong tepi keliling lubang sehingga diperoleh cengkraman yang
relatif erat. Jenis baut ini terutama bermanfaat pada sambungan tumpu (bearing)
dan pada sambungan yang mengalami tegangan berganti (bolak-balik). Variasi dari
baut bersirip adalah baut dengan tangkai bergerigi (interference-body bolt.)
yang terbuat dari baja baut A325. Sebagai pengganti sirip longitudinal, baut
ini memiliki gerigi keliling dan sirip sejajar tangkainya. Karena gerigi
sekeliling tangkai memotong sirip sejajar, baut ini kadang-kadang disebut baut
bersirip terputus (interrupted-rib). Baut bersirip sukar dipasang pada
sambungan yang terdiri dari beberapa lapis pelat. Baut kekuatan tinggi A325
dengan tangkai bergerigi yang sekarang juga sukar dimasukkan ke lubang yang
melalui sejumlah plat; namun, baut ini digunakan bila hendak memperoleh baut
yang harus mencengkram erat pada lubangnya. Selain itu, pada saat pengencangan
mur, kepala baut tidak perlu dipegang seperti yang umumnya dilakukan pada baut
A325 biasa yang polos.
6.5.
Sistem Sambungan Baut
Jenis baut yang dapat digunakan
untuk struktur bangunan sesuai SNI 03 –
1729 – 2002 TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG
adalah baut yang jenisnya ditentukan dalam SII (0589-81, 0647-91 dan 0780-83,
SII 0781-83) atau SNI (0541-89-A, 0571-89-A, dan 0661-89-A) yang sesuai, atau
penggantinya. Baut yang digunakan pada sambungan struktural, baik baut A325
maupun baut A490 merupakan baut berkepala segi enam yang tebal.
Keduanya memiliki mur segi enam
tebal yang diberi tanda standar dansimbol pabrik pada salah satu mukanya.
Bagian berulir baut dengan kepala segienam lebih pendek dari pada baut standar
yang lain; keadaan ini memperkecil kemungkinan adanya ulir pada tangkai baut
yang memerlukan kekuatan maksimum.
a) Beban leleh dan penarikan baut
Syarat utama dalam pemasangan baut kekuatan tinggi
ialah memberikan gaya pratarik (pretension) yang memadai. Gaya pratarik harus sebesar
mungkin dan tidak menimbulkan deformasi permanen atau kehancuran baut. Bahan
baut menunjukkan kelakuan tegangan-regangan (beban-deformasi) yang tidak
memiliki titik leleh yang jelas. Sebagai pengganti tegangan leleh, istilah beban
leleh (beban tarik awal/proof load) akan digunakan untuk baut. Beban leleh
adalah beban yang diperoleh dari perkalian luas tegangan tarik dan tegangan
leleh yang ditentukan berdasarkan regangan tetap (offset strain) 0,2%
atau perpanjangan 0,5% akibat beban. Tegangan beban leleh untuk baut A325 dan
A490 masingmasing minimal sekitar 70% dan 80% dari kekuatan tarik maksimumnya.
b) Teknik pemasangan
Tiga teknik yang umum untuk memperoleh pratarik
yang dibutuhkan adalah metode kunci yang dikalibrasi (calibrated
wrench), metode putaran mur (turn-of the nut), dan metode indikator tarikan
langsung (direct tension indicator). Metode kunci yang
dikalibrasi dapat dilakukan dengan kunci puntir manual (kunci Inggris) atau
kunci otomatis yang diatur agar berhenti pada harga puntir yang ditetapkan.
Secara umum, masing-masing proses pemasangan memerlukan minimum 2 1/4 putaran
dari titik erat untuk mematahkan baut. Bila metoda putaran mur digunakan dan
baut ditarik secara bertahap dengan kelipatan 1/8 putaran, baut biasanya akan
patah setelah empat putaran dari titik erat. Metode putaran mur merupakan
metode yang termurah, lebih handal, dan umumnya lebih disukai.
Metode ketiga yang paling baru untuk menarik baut
adalah metode indikator tarikan langsung. Alat yang dipakai adalah cincin
pengencang dengan sejumlah tonjolan pada salah satu mukanya. Cincin dimasukkan
di antara kepala baut dan bahan yang digenggam, dengan bagian tonjolan menumpu
pada sisi bawah kepala baut sehingga terdapat celah akibat tonjolan tersebut.
Pada saat baut dikencangkan, tonjolan-tonjolan tertekan dan memendek sehingga
celahnya mengecil. Tarikan baut ditentukan dengan mengukur lebar celah yang
ada.
c) Perancangan sambungan baut
Sambungan-sambungan yang dibuat dengan baut
tegangan tinggi digolongkan menjadi:
Ø Jenis sambungan gesekan
Ø Jenis sambungan penahan beban dengan uliran baut
termasuk dalam bidang geseran [Gambar 6.11(a)]
Ø Jenis sambungan penahan beban dengan uliran baut
tidak termasuk dalam bidang geseran.
Sambungan-sambungan baut (tipe N atau X) atau paku
keling bisa mengalami keruntuhan dalam empat cara yang berbeda.
v Pertama, batang-batang yang disambung akan merigalaini
keruntuhan melalui satu atau lebih lubang-lubang alat penyambungan akibat
bekerjanya gaya tarik (Iihat Gambar 6.12a).
v Kedua, apabila lubang-lubang dibor terlalu dekat pada tepi batang tarik, maka
baja di belakang alat-alat penyaTnbung akan meleteh akibat geseran (Iihat
Gambar 6.12b).
v Ketiga, alat penyambungnya sendiri mengalami keruntuhan
akibat bekerjanya geseran (Gambar 6.12.c).
v Keempat, satu-satu atau lebih batang tarik mengalami
keruntuhan karena tidak dapat menahan gaya-gaya yang disalurkan oleh alat-alat
penyambung (Gambar 6.12d).
Untuk mencegah terjadinya keruntuhan maka baik
sambungan maupun batang-batang yang disambung harus direncanakan supaya dapat
mengatasi keempat jenis keruntuhan yang dikemukakan di atas.
Ø Pertama, untuk menjamin tidak terjadinya keruntuhan pada
bagian-bagian yang disambung, bagian-bagian tersebut harus direncanakan
sedemikian rupa, sehingga tegangan tarik yang bekerja pada penampang bruto
lebih kecil dari 0,6 Fy,
dan yang bekerja pada penampang etektif netto lebih kecil dari 0,5 Fy.
Ø Kedua, untuk mencegah robeknya baja yang terletak di belakang alat
penyambung, maka jarak minimum dari pusat lubang alat penyambung ke tepi batang
dalam arah yang sarna dengan arah gaya tidak boleh kurang dari 2 P/ Fu t . Di
sini P adalah gaya yang ditahan oleh alat penyambung, dan t adalah tebal kritis
dari bagian yang disambung.
Ø Ketiga, untuk menjamin supaya alat penyambung tidak
runtuh akibat geseran, maka jumlah alat penyambung harus ditentukan sesuai
dengan peraturan, supaya dapat membatasi tegangan geser maksimum yang terjadi
pada bagian alat penyambung yang kritis.
Ø Keempat, untuk mencegah terjadinya kehancuran pada bagian
yang disambung akibat penyaluran gaya dari alat penyambung ke batang maka harus
ditentukan jumlah minimum alat penyarnbung yang dapat mencegah terjadinya
kehancuran tersebut.
6.6.
Keuntungan
Penggunaan Baut
Keuntungan
sambungan menggunakan baut antara lain :
1)
Lebih mudah dalam pemasangan/penyetelan konstruksi di
lapangan.
2)
Konstruksi sambungan dapat dibongkar-pasang.
3)
Dapat dipakai untuk menyambung dengan jumlah tebal
baja > 4d ( tidak
4)
seperti paku keling dibatasi maksimum 4d ).
5)
Dengan menggunakan jenis Baut Pass maka dapat
digunakan untuk konstruksi berat /jembatan.
PENUTUP
KESIMPULAN
- Penyambungan logam adalah suatu proses yang dilakukan
untuk menyambung 2 (dua) bagian logam atau lebih.
Penyambungan bagian–bagian logam ini dapat dilakukan dengan berbagai
macam metoda sesuai dengan kondisi dan bahan yang digunakan.
- Sambungan pelat dengan lipatan sangat baik digunakan
untuk konstruksi sambungan pelat yang berbentuk lurus dan melingkar.
- Paku keling (rivet) adalah salah satu alat
penyambung atau profil baja, selain baut dalam las. Paku keling terdiri
dari sebuah baja yang pendek yang mudah ditempa dan berbentuk mangkuk
setengah bulatan
- Solder adalah suatu proses
penyambungan antara dua logam atau lebih dengan menggunakan panas
untuk mencairkan bahan tambah sebagai penyambung, dan bahan pelat
yang disambung tidak turut mencair.
- Proses pengelasan merupakan proses
penyambungan dua potong logam dengan pemanasan sampai keadaan plastis atau
cair, dengan atau tanpa tekanan.
- Baut adalah salah satu alat penyambung
profil baja, selain paku keling dan las. Baut yang lazim digunakan sebagai
alat penyambung profil baja adalah baut hitam dan baut berkekuatan tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar